Larangannya untuk kesana kemari bergaul dengan bebas, membuatku kadang merasa terikat dan tak bebas.
Namun, dibalik itu semua aku sadar, larangan kerasnya sangat berarti. Yaitu, berarti bahwa Ibu menyayangi aku dan harga diriku.
Saat ibu dan ayah sama-sama memikirkan egonya masing-masing. Siapa yang akan memikirkanku?
Saat ibu dan ayah sama-sama berteriak, siapa yang mau menenangkanku?
Saat ibu dan ayah sama-sama pergi begitu saja, siapa yang mau menemaniku?
Saat mereka tak lagi menemaniku, siapa yang akan menjadi tempat aku bersandar?
Semua hilang saat cinta ibu dan ayah harus diruntuhkan oleh ketidakpastian dan pengkhianatan.
Saat semuanya hilang, saat semuanya hanya ada keegoisan. Hanya Tuhan yang ada didekatku, bahkan lebih dekat dari urat nadiku.
Aku punya Tuhan, semua yang aku perjuangkan tetap ada pada tangan-Nya. Dia yang menentukan segala yang aku perjuangkan.
Merelakan orang yang kita sayang memang sakit, sesakit melihat ia bersama penggantiku.