a wrenching nostalgia, a lost joy, an object of obsession, and a sincere hope to reclaim it
untuk diriku yang menangis pada berhentinya waktu
ajakan lembutmumu untuk akhiri semua
seakan tenggelam, seakan meleleh
aku ingin lupakan semua
dan kugenggam tanganmu
kita arungi langit malam dalam dinginnya angin
jangan lepaskan tangan ini
kita melaju menuju gelap malam
untuk diriku yang tak lagi bisa tertawa pada bisingnya hari
yang terpancar di mataku hanyalah indah parasmu
tetesan air mata di malam tanpa akhir
namun senyummu sungguh hangatkanku
untukmu yang tidak tertawa akan bisingnya hari
aku ingin memberimu kilauan fajar
sebelum kau terjatuh dalam gelap malam
genggamlah tanganku
aku ingin kau lupakan segala deru dalam kepalamu
biar luluh dirimu dalam hangat pelukku
aku tidak takut
kita tunggu hingga mentari bersinar lagi
neither Freud nor Nietzsche wrote about this hole
cinta telah berkata
suara telah berkata
'pergilah'
bukan berarti aku tidak takut
aku tidak akan berhenti
segala rintangan di depan
tidak dapat dihapuskan
kembangkan layar untuk mimpi kita
seberangi malam untuk hari yang ditunggu
tanpa isi selain harapan
'kita pasti bisa melaluinya'
sambil saling memeluk pundak
ketika dia bangun
kita akan sampai di tempat itu
kita tendang bumi bersama
ke sebuah tempat yang bukan disini