ini kayak mau metik apel yang tinggal beberapa senti, terus nggak yakin kalo emang pengen apel.

lo diem, gw diem. mau jadi apa kita? pura-pura jadi tembok?

potongan-potongan cerita soal sisi-sisi yang nggak biasa itu nggak mau pergi.

melogiskan pikiran: waktunya terbatas, dan kenapa waktu yang tersisa tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya?

Soegija, Prometheus, atau Snow White and the Huntsman?

dalam beberapa kasus, sepertinya kita lebih butuh hanya didengarkan daripada diberi tumpukan saran

identitas normal: dosen cerdas, ayah yang baik, suami penyayang. identitas lain: sensor. santai pak, nggak ada underestimate di situ

itu bukan soal bagaimana perasaan berpindah dan atau bergerak, itu soal niat yang diusahakan untuk diwujudkan

kenapa mesti nyesel dengan rasa yang ada? karena nggak bisa milikin? bukannya tetap mesti disykuri ya, bahwa rasa itu pernah ada?

iya, gw kangen mampus sama lo, dan ini nggak bisa diapa-apain lagi. maaf yak, jadi ribet urusannya